Kamis, 03 Februari 2011

makalah kemuhamadiyahan

BAB I
PENDAHULUAN
Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang melaksanakan da'wah amar ma'ruf nahi munkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah berpandangan bahwa Agama Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu'amalat dunyawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif. Dengan mengemban misi gerakan tersebut Muhammadiyah dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan Agama Islam menjadi rahmatan lil-'alamin dalam kehidupan di muka bumi ini.
Muhammadiyah berpandangan bahwa berkiprah dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu perwujudan dari misi dan fungsi melaksanakan da'wah amar ma'ruf nahi munkar sebagaimana telah menjadi panggilan sejarahnya sejak zaman pergerakan hingga masa awal dan setelah kemerdekaan Indonesia. Peran dalam kehidupan bangsa dan negara tersebut diwujudkan dalam langkah-langkah strategis dan taktis sesuai kepribadian, keyakinan dan cita-cita hidup, serta khittah perjuangannya sebagai acuan gerakan sebagai wujud komitmen dan tanggungjawab dalam mewujudkan "Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur".











BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Dakwah
Pengertian dakwah di bedakan menjadi tiga macam, pengertian dakwah menurut bahasa (etimologi), menurut istilah (terminologi), dan pengertian dakwah menurut pendapat para ahli.
1) Secara Etimologi
Secara etimologi, kata dakwah sebagai bentuk mashdar dari kata do’a (fi’il madhi) dan yad’u (fi’il mudhari’) yang artinya memanggil (to call). Mengundang ( to invite), menggaak (to summer), menyeru (to propo), mendorong (to urge) dan memohon (to pray). Dakwah dalam pengertian ini dapat dijumpai dalam Al Qur’an yaitu pada surat Yusuf:33 dan Surat Yunus:25.
Yusuf berkata: "Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku Termasuk orang-orang yang bodoh." (QS Yusuf : 33)
2) Menurut Istilah (Terminologi)
Secara istilah, kata da'wah berarti menyeru atau mengajak manusia untuk melakukan kebaikan dan menuruti petunjuk, menyuruh berbuat kebajikan dan melarang perbuatan munkar yang dilarang oleh Allah Swt. dan rasul-Nya agar manusia mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Dalam Al Qur’an, dakwah dalam arti mengajak ditemukan sebanyak 46 kali, 39 kali dalam arti mengajak kepada Islam dan kebaikan, 7 kali kepada menjauhi neraka dan kejahatan.
3) Definisi Dakwah Menurut Ahli
Para ahli memiliki definisi yang berbeda beda tentang pengertian dakwah, walaupun persepsi dan pendapat mereka berbeda namun tujuannya tentang pengertian dakwah adalah sama. Dengan demikian Dr. H. K. Suheimi menyimpulkan bahwa dakwah adalah suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi secara sadar dan penuh keyakinan untuk mengajak orang lain agar mentaati ajaran Islam dan berbuat serta bertingkah laku sesuai dengan petunjuk Al-qur'an dan Sunnah. Dengan sendirinya pengertian dakwah itu sangat luas yang menyangkut segala segi kehidupan manusia baik itu dibidang politik, ekonomi, sosial, kesehatan dan sebagainya.
Syaikh Ali Mahfuzh -murid Syaikh Muhammad Abduh- sebagai pencetus gagasan dan penyusunan pola ilmiah ilmu da'wah memberi batasan mengenai da'wah sebagai: "Membangkitkan kesadaran manusia di atas kebaikan dan bimbingan, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar, supaya mereka memperoleh keberuntungan kebahagiaan di dunia dan di akhirat."
2.2 Tujuan Dakwah
Pertama, mengubah pandangan hidup. Dalam QS. Al Anfal: 24 di sana di siratkan bahwa yang menjadi maksud dari da'wah adalah menyadarkan manusia akan arti hidup yang sebenarnya. Hidup bukanlah makan, minum dan tidur saja. Manusia dituntut untuk mampu memaknai hidup yang dijalaninya.
Kedua, mengeluarkan manusia dari gelap-gulita menuju terang-benderang. Ini diterangkan dalam firman Allah: "Inilah kitab yang kami turunkan kepadamu untuk mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada terang-benderang dengan izin Tuhan mereka kepada jalan yang perkasa, lagi terpuji." (QS. Ibrahim: 1)
2.3 Prinsip Dakwah
Aktivitas dakwah adalah mengajak ummat kembali kepada jalan Allah dengan cara-cara memikat (bil hikmah wal mau’izhotil hasanah) lalu berkhidmat kepadanya, hingga mereka secara sadar memberikan loyaliltas dan ketaatan kepada Allah SWT.
Ada 18 prinsip dakwah untuk meningkatkan peran da’wah di era global yaitu:
Prinsip 1 : Da’wah is a strategic action concept. Oleh karena itu keputusan-keputusan segmentasi, positioning, targeting, dan keputusan-keputusan startegis lainnya dalam upaya optimalisasi kinerja lembaga da’wah atau ormas Islam harus direncanakan dan diputuskan secara seksama berdasarkan kajian yang mendalam terhadap kondisi realitas di masyarakat.
Prinsip 2 : Dalam terminologi Islam, setiap mu’min adalah juru da’wah. Nahnu du’at qobla kulli sya’i (kami adalah juru dakwah sebelum yang lainnya), demikian Hasan al banna berpesan kepada seluruh pengikutnya. Ketaatan dan kesetiaan (loyalitas) umat terhadap islam dan garis-garis perjuangan Islam merupakan tanggung jawab setiap orang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat.
Prinsip 3 : Da’wah difokuskan pada upaya peningkatan kualitas juru dakwah. Juru dakwah yang berkualitas akan menyampaikan materi-materi dakwah yang berbobot dan berkualitas. Menghujam ke dasar qalbu pada audiensinya.
Dari sinilah kita berharap akan terjadi proses penyadaran masyarakat secara kolektif akan pentingnya mengkaji, memahami, dan menjalankan ajaran-ajaran Islam. Mereka akan beradaptasi dengan Islam dan selalu ketagihan untuk menyirami hatinya dengan nilai-nilai Rabbani.
Prinsip 4 : Dalam era global yang penuh tantangan, menciptakan suasana agar umat Islam tidak terpengaruh dengan ajakan-ajakan syetan yang manis, tetap berada dalam orbit Islam, selalu berinteraksi dengan nilai-nilai Islam, merupakan prinsip lanjutan dari prinsip yang ketiga. Maka, buatlah agar mereka selalu enjoy, asyik, betah, butuh dan pada akhirnya bergantung pada Al Qur’an dan Sunnah. Janji-janji setan tentang manisnya dunia, terasa amat kecil jika dibandingkan dengan manisnya surga Allah.
Prinsip 5 : Salah satu prinsip dakwah mengatakan khaatibunnasa ‘alaa qodri ‘uqulihim, berbicaralah dengan audiensi Anda sesuai dengan kadar intelektualitas mereka. Maka, jadikanlah prinsip ini untuk memacu kretifitas Anda, sebagai juru dakwah. Kesankan bahwa Islam itu menarik, tidak monoton; gembira tidak membosankan; dinamis, tidak statis, menyenangkan dan tidak menakutkan.
Prinsip 6 : Dalam realitas sejarah pergerakan Islam, konspirasi politik Yahudi dan Nasrani selalu memandulkan dan memarjinalkan peran politik Islam. Islam boleh tampil dalam baju ritual, tradisi, seni, dan budaya, tapi Islam tidak boleh tampil dalam panggung politik terdepan, penentu kebijakan dan pengendali kekuasaan. Untuk bisa berpikir proaktif antisipatif perlu pemahaman yang mendalam tentang strategi musuh-musuh Islam.
Prinsip 7 : Ketika mulai berdakwah, Rasulullah SAW telah mengantongi sertifikat al amin yang diakui oleh seluruh lapisan masyarakat. Sertifikat ini sama sekali bukan hasil rekayasa sebagaimana yang sering dilakukan orang saat ini untuk menutupi kebusukannya.
Prinsip 8 : Ad-daa’iyatu khadiimatul ummah (juru dakwah adalah pelayan umat). Dalam hal pemberian pelayanan, jangan pilih kasih. Rasulullah SAW pernah mendapat teguran keras dari Allah akibat lebih mengutamakan para pembesar Quraisy ketimbang Abdullah Ummi Maktum yang rakyat biasa.
Prinsip 9 : Prinsip ini berkaitan dengan fungsi, tugas, dan keutamaan di sisi Allah. Manusia diciptakan Allah untuk beribadah kepada-Nya. Fungsi pengabdian melekat erat saat manusia dilahirkan ke dunia. Tugas setiap mu’min adalah berdakwah, tak peduli apa jabatannya, profesinya, dan status sosialnya dalam masyarakat. Dan mu’min yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling baik taqwanya, sedangkan kualitas ketaqwaan seseorang hanya Allahlah yang tahu. Karena itu, jangan menempatkan diri sebagai orang yang sulit disentuh. Merasa diri paling sholeh, lebih mulia, lebih serba tahu. Jangan pula menerapkan budaya patron-klien kepada audiens.
Prinsip 10 : Sebagaimana prinsip dakwah kelima khaatibunnaasa ‘ala qadri ‘uqulihim, maka setiap juru da’wah harus memandang audiensinya secara kreatif. Hal ini berkaitan dengan metode dan materi da’wah yang akan disampaikan. Untuk anak-anak misalkan, metode yang paling cocok adalah bercerita.
Prinsip 11 : Dalam berdakwah setiap juru dakwah mestinya memahami fiqh awlawiyat (fikih prioritas) dan fiqh muwazanat (fikih timbangan). Dengan memahami kedua fikih ini, setiap juru dakwah dapat memilih dan memilah. Mana yang didahulukan, mana yang diakhirkan. Mana yang pertama, kedua, dan seterusnya. Mana yang harus diselesaikan sekarang, mana yang terpaksa harus ditunda. Kemudian, setelah mampu memilah dan memilih, aloksikanlah sumberdaya yang anda miliki secara efektif untuk memperoleh hasil yang maksimal. Tidak mesti seorang juru dakwah menangani semua audiens, dari mulai yang kecil sampai yang sepuh, dari yang TK sampai yang doktor, meskipun ia mudah beradaptasi dengan semua lapisan masyarakat.
Prinsip 12 : Agar dipercaya dan dijadikan rujukan oleh masyarakat, kita harus memiliki kredibilitas; kredibilitas moral, intelektual, operasional, sosial dan politik. Juru dakwah yang hanya memiliki kredibilitas moral akan mudah dikooptasi dan diperdaya oleh orang lain. Selain itu, mereka juga kurang tanggap terhadap perkembangan aktual yang biasanya membutuhkan daya analisis yang tajam. Karenanya setiap juru dakwah sebisa mungkin berupaya untuk melengkapi dan menyempurnakan kredibilitas-kredibilitas di atas, agar masyarakat yang menjadi audiens dapat menerima keberadaannya.
Prinsip 13 : Seorang juru dakwah akan lebih efektif apabila memanfaatkan spesialisasinya masing-masing. Mereka yang cenderung pada kesenian, lebih efektif berdakwah di bidang seni, demikian seterusnya.
Prinsip 14 : Metode penyampaian atau pola komunikasi dakwah untuk mencapai efektifitas. Dalam ilmu komunikasi kita mengenal SMCR (source/narasumber, massage/pesan, canal/saluran komunikasi, dan receiver/penerima, audiens). Siapa yang menyampaikan (source), apa yang akan disampaikan (massage), bagaimana menyampaikannya (canal), kepada siapa (receiver). Memadukan elemen-elemen di atas lalu menyelaraskannya dengan tujuan da’wah itu sendiri akan menghasilkan sinergisitas yang sangat kuat.
Prinsip 15 : Dakwah sesungguhnya merupakan aktivitas selling dimana seorang da’i menawarkan Islam dalam suatu kemasan tertentu. Kemasan bisa berbentuk tabligh, ta’lim, seminar, workshop, dll. Kemasan hanyalah merupakan sarana untuk memudahkan agar nilai-nilai Islam mudah diserap dan dicerna. Yang perlu dijaga adalah hubungan yang baik antara sang da’i dengan audiens. Atau dalam bahasa harakahnya, antara murabbi dengan mutarobbi. Jadi, dakwah bukanlah kerja sampingan atau aktivitas sekali bertemu lalu bubar. Dakwah harus sinambung, persisten, dan kontinyu. Berkreasilah agar pertemuan-pertemuan berkala menjadi menarik. Buatlah aktivitas tambahan dengan nuansa baru agar tidak membosankan, seperti kemping, olahraga bersama, pergi ke pantai, dll. Kegiatan-kegiatan seperti ini biasanya alam lebih memperkokoh hubungan antara murobbi dengan mutarobbi.
Prinsip 16 : Dalam dakwah, strategi adalah manhaj, taktik adalah uslub, sedangkan value adalah kreasi dan inovasi supaya dakwah selalu memberikan pencerahan dan inspirasi dalam setiap langkah kehidupan. Manhaj diterjemahkan dalam bentuk uslub, kiat-kiat, selanjutnya kreasi dan inovasi kita dilapanganlah yang menentukan apakah aktivitas dakwah itu bisa diterima atau tidak oleh audiens, bernilai atau tidak.
Prinsip 17 : Pertanyaan apa yang akan kita dakwahkan, mengapa dan bagaimana kita berdakwah, kepada siapa adalah hal yang semestinya menggelitik setiap juru dakwah. Gunakan pertanyaan-pertanyaan ini sebagai panduan untuk melakukan aktivitas dakwah karena hal ini akan mendorong kita untuk mencari lebih banyak informasi dan data guna mempertajam materi-materi dakwah yang akan disampaikan.
Prinsip 18 : Setiap organisasi dakwah tentu punya rencana kerja yang mengarah kepada target-target dan tujuan tertentu yang hendak dicapai. Ketahuilah posisi organisasi anda saat ini, pikirkan serta bayangkan posisi organisasi tersebut misalkan pada 15 tahun yang akan datang. Selanjutnya persiapkan jalan untuk posisi tersebut.
2.4 Dakwah Kultural dan Pengembangan Masyarakat
Dakwah Kultural sebagai strategi perubahan sosial bertahap sesuai dengan kondisi empirik yang diarahkan kepada pengembangan kehidupan Islami sesuai dengan paham Muhammadiyah, yang bertumpu para pemurnian pemahaman dan pengamalan Ajaran Islam dengan menghidupan ijtihad dan tajdid. Sehingga purifikasi dan pemurnian Ajaran Islam tidak menjadi kaku, rigid dan eksklusif, tetapi terbuka dan memiliki rasionalitas yang tinggi untuk dapat diterima oleh semua pihak. Dengan memfokuskan pada penyadaran iman melalui potensi kemanusiaan, diharapkan umat dapat menerima dan memenuhi seluruh ajaran Islam yang kaffah, secara bertahap sesuai dengan keragaman sosial ekonomi, budaya, politik dan potensi yang dimiliki oleh setiap kelompok umat.
Atas dasar pemikiran tersebut dakwah kultural dapat dipahami dalam dua pengertian, yaitu pengertian umum (makna luas) dan pengertian khusus (makna sempit). Dakwah kultural dalam arti luas dipahami sebagai kegiatan dakwah dengan memperhatikan potensi dan kecenderungan manusia dengan makhluk berbudaya dalam rangka menghasil kultur alternatif yang kultur Islam, yakni berkebudayaan dan berperadaban yang dijiwai oleh pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran Islam, yang murni bersumber dari Al-Quran dan al-Sunnah, dan melepaskan diri dari kultur dan budaya yang dijiwai oleh kemusyrikan, takhayul, bid’ah dan khurafat.
Adapun dalam pengertian khusus, dakwah kultural adalah kegiatan dakwah dengan memperhatikan, memperhitungkan dan memanfaatkan adat-istiadat, seni, dan budaya loka, yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam, dalam proses menuju kehidupan Islami, sesuai dengan manhaj Muhammadiyah, yang bertumpu pada prinsip salafiyyah (purifikasi) dan tajdidiyyah (pembaharuan).
Munculnya konsep dakwah kultural, sebagaimana diputuskan oleh Sidang Tanwir Muhammadiyah, Januari 2002, didorong oleh keinginan Muhammadiyah untuk mengembangkan sayap dakwahnya menyentuh ke seluruh lapisan umat Islam yang beragam sosial kulturalnya. Sehingga dengan dakwah kultural, Muhammadiyah ingin memahami pluralitas budaya, sehingga dakwah yang ditujukan kepada mereka dilakukan dengan dialog kultural, sehingga akan mengurangi benturan-benturan yang selama ini dipandang kurang menguntungkan, tetapi tetap berpegang pada prinsip pemurnian (salafiyyah) dan pembaharuan (tajdidiyah).
Dengan demikian, dakwah kultural sebenarnya akan mengokohkan prinsip-prinsip dakwah dan amar makruf nahi munkar Muhammadiyah yang bertumpu pada tiga prinsip Tabsyir, Islah dan Tajdid (TIT).
Prinsip tabsyir, adalah upaya Muhamamdiyah untuk mendekati dan merangkul setiap potensi umat Islam (umat ijabah) dan umat non-muslim (umat dakwah) untuk bergabung dalam naungan petunjuk Islam, dengan cara-cara yang bijaksana, pengajaran dan bimbingan yang baik, dan mujadalah (diskusi dan debat) yang lebih baik. Kepada umat Ijabah (umat yang telah memeluk Islam), penekanan tabsyir kepada peningkatan dan penguatan visi dan semangat dalam berislam. Sementara kepada umat dakwah (umat non-muslim) adalah memberikan pemahaman yang benar dan menarik tentang Islam, serta merangkul mereka untuk bersama-sama membangun masyarakat dan bangsa yang damai, aman, tertib dan sejahtera. Dengan cara ini dakwah kepada non-muslim tidak diarahkan untuk memaksa mereka memeluk Islam. Tetapi membawa mereka kepada pemahaman yang benar tentang Islam, sehingga mereka tertarik kepada Islam, bahwa dengan sukarela memasuki Islam.
Prinsip Islah, yaitu upaya membenahi dan memperbaiki cara berislam yang dimiliki oleh umat Islam, khususnya warga Muhammadiyah, dengan cara memurnikannya sesuai petunjuk syar’I yang bersumber pada Al-Quran dan Sunnah. Ini dapat diartikan bahwa setelah melakukan dakwah dengan tabsyir, maka umat yang bergabung diajak bersama-sama memperbaiki pemahaman dan pengamalannya terhadapIslam.
Umat yang telah bergabung dalam dakwah tabsyiriyah memiliki background yang beragam baik sosial ekonomi, sosial budaya, maupun latar belakang pendidikannya. Keragaman tersebut akan membawa pengaruh kepada cara pandang, pemahaman dan pengamalan Islam, yang dalam banyak hal perlu diperbaiki dan dibenahi sesuai dengan pemahaman keagamaan Muhammadiyah, yang bersumber dari Al-Quran dan al-Sunnah.
Prinsip tajdid, sesuai dengan maknanya, prinsip ini mengupayakan pembaharuan, penguatan dan pemurnian atas pemahaman, dan pengamalan Islam yang dimiliki oleh umat ijabah, termasuk pelaku dakwah itu sendiri.
Baik prinsip islah maupun tajdid banyak dilakukan dengan cara menyelenggarakan pengajian dan ta’lim baik bersifat umum maupun terbatas. Juga mendirikan sekolah-sekolah, madrasah-madrasah dan pondok pesantren.
Terminologi Dakwah kultural memberikan penekanan makna yang berbeda dari dakwah konvensional yang disebut juga dengan dakwah struktural. Dakwah kultural memiliki makna dakwah Islam yang cair dengan berbagai kondisi dan aktivitas masyarakat. Sehingga bukan dakwah verbal, yang sering dikenal dengan dakwah bil lisan (atau tepatnya dakwah bi lisan al-maqal), tetapi dakwah aktif dan praktis melalui berbagai kegiatan dan potensi masyarakat sasaran dakwah, yang sering dikenal dengan dakwah bil hal (atau tepatnya dakwah bi lisan al-hal).
Dengan makna di atas, dakwah kultural Muhammadiyah sebenarnya mengembangkan makna dan implementasi Geraakan Jamaah dan Gerakan Dakwah Jamaah (GJ-GDJ) yang diputuskan oleh Muktamar Muhammadiyah ke 37 di Yogyakarta, tahun 1967, yang disempurnakan pada Rapat Kerja Nasional dan Dialog Dakwah Nasional, Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 1987 di Kaliurang.
Dakwah dengan pengembangan masyarakat dilakukan dengan pengembangan sumber daya manusia, yaitu memberikan bekal sesuai dengan kebutuhan dan kecenderungan kehidupannya, dengan memasukkan prinsip-prinsip kehidupan Islami. Sehingga mereka dapat melakukan pemenuhan kebutuhan, kepentingan dan kecenderungan hidupnya dengan bimbingan nilai-nilai ajaran Islam.























BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dakwah kalau di perhatikan dari maknanya begitu banyak, baik secara etimologi maupun terminologi dan menurut pandangan para ulama. Namun dari sekian banyak makna dakwah intinya adalah menyeru kepada kebajikan dan meninggalkan kebathilan :
" Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung ". QS. Ali Imran (3) : 104
Secara garis besar ada 5 prinsip dakwah terdiri dari :
1) Kembali kepada al Qur-an dan as Sunnah (al Hadits) yang sah (shohih dan hasan) sesuai pemahaman Salafush Sholih.
2) Tashfiyah (memurnikan ajaran Islam) dari segala syirik, bid'ah, khurofat, gerakan, dan pemikiran yang merusak ajaran Islam.
3) Tarbiyah (membimbing) ummat Islam berdasarkan ajaran Islam yang murni.
4) Menghidupkan pola pikir ilmiah (dengan menyajikan dalil-dalil yang otentik) berdasarkan al Qur-an dan as Sunnah yang sah sesuai pemahaman Salafush Sholih.
5) Mengajak ummat Islam untuk hidup Islami sesuai dengan kehidupan generasi Islam terbaik yaitu para shohabat Nabi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar